Wednesday, 27 November 2013

Kondisi hukum & penegakkan hukum di Indonesia






 Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang  berkaitan dengan penegakkan hukum , kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas  belaka tetapi tetapi  juga dipermainkan seperti barang dagangan . Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit dan carut marut.

 Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Filsuf Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. 


 Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur sdr Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang ‘numpang’ ngecas handphone di sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum sebesart beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama.

Perbudakan Massa Kini (Human Traffiking)

Perbudakan Massa Kini ( Human Traffiking )



Saya sangat tidak setuju dengan perbudakan manusia seperti ini
         Human trafficking atau perdagangan orang dalam sejarah indonesia pernah ada melalui perbudakan atau penghambaan. Pada masa kerajaan perdagangan orang yaitu perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan yang feodal. Pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan yang mulia dan agung.
       Perdagangan orang yang mayoritas adalah perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada era modern. Ini merupakan dampak krisis dimensional yang di alami Indonesia. Pada saat sekarang ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar terhadap pelaku. Dari waktu ke waktu praktik perdagangan orang semakin menunjukan kualitas dan kuantitasnya. Setiap tahun diperkirakan 2 (dua) juta orang dipedagangkan dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak.
       
 Di sisi lain, hal ini terjadi karena kemiskinan struktural seperti tidak mampunyai keluarga untuk mengikuti kenaikan harga bahan pokok memaksa mereka mengirim anggota keluarganya untuk bekerja. Mekanisme yang belum efektif untuk melindungi perempuan dan anak yang dieksploitasi tersebut memungkinkan adanya perdagangan orang. Bentuk bentuk eksploitasi itu sendiri diantara dengan memperlakukan korban untuk bekerja yang mengarah pada praktik praktikeksploitasi seksual, perbudakan, perbuatan transplantasi organ tubuh untuk tujuan komersil sampai penjualan bayi.
       Sejak awal Indonesia telah mengkriminalisasikan perdagangan orang yang diatur dalam pasal 297 KUHP. Akan tetapi, karena perdagangan orang sudah berkembag menjadi kejahatan transnasional yang terorganisir, maka diperlukan adanya pembaharuan komitmen untuk memerangi perdagangan orang atau human trafficking ini. 


NEGRO/INDO
    
        Bicara tentang perbudakan, tidak ada yang bisa dibenarkan, hubungan yang erta antara pemilik budak dan budaknya tidak bias dijadikan alasan untuk memeperlakukan Budak secara semena-mena, mencabut hak asasi manusia setiap budak secara seenaknya adalah tindakan yang kriminal dan sangat tidak manusiawi.perbudakan ini baiknya menjadi pembelajaran bagi semua manusia untuk tidak semena-mena dengan berbagai macam alasan sehingga melakukan perampasan hak-hak yang paling manusiawi dari diri seseorang.

Kondisi Kerukunan antar Umat Beragama



 
Kerukunan antar umat beragama di Indonesia selalu terganggu oleh ekspansi agama tertentu yang mengemban missi pemurtadan massal di kalangan pemeluk agama lain .
Perebutan dan ekspansi agama yang mengganggu hubungan antar pemeluk agama ini sudah berkali-kali dicoba untuk diatasi lewat berbagai agenda musyawarah, tetapi selalu gagal. Pendekatan etika dalam menjalin hubungan antar pemeluk agama tidak membuahkan hasil.Sementara pendekatan hukum agar masalah tersebut dituntaskan secara adil juga gagal.
Bagaimana kondisi hubungan antarumat beragama di Indonesia selama ini?
 Hubungan antar umat beragama di Indonesia selama ini, saya lihat dingin-dingin panas, kadang memanas dan terkadang dingin-dingin saja. Begitu orang merasa agak lega, bahkan sampai ke tingkat agak over optimistik dengan kondusifnya situasi era trilogi kerukunan bagi baiknya hubungan sesama umat beragama, tiba-tiba meledak kasus Situbondo, Tasikmalaya, Sampang Madura, Singkawang, Pontianak, Banjarmasin, Ambon, Poso dan seterusnya, membikin kita terkesima dan penasaran. Kenapa trilogi kerukunan yang dicapai itu ternyata itu hanya di lapisan luar saja atau hanya bersifat semu, sedang di dalamnya ada sekam panas yang membara.
Maka setelah peristiwa – peristiwa konflik kerusuhan dan perusakan itu silih berganti muncul, kebanggaan terhadap trilogi kerukunan sebagai hasil terpenting Pancasila, dan pantas diekspor ke manca negara, serta merta sirna.
Orang ramai berbicara dan bertanya-tanya apakah kerusuhan demi kerusuhan itu murni kerusuhan agama atau bukan. Aktor intelektual masing-masing supaya ditangkap dan diadili. Ternyata selama ini tidak pernah ada aktor intelektual yang ditangkap apalagi diadili. Kita ini salah persepsi. Para aktor dari semua kerusuhan itu, apakah mereka intelektual atau preman adalah mereka yang terjun ke kancah kerusuhan, membakar, menghina, membunuh, menghancurkan bangunan, menjarah, merampok dan melakukan berbagai-bagai aksi kriminalitas sosial dan kemanusiaan lainnya. Sekarang yang harus diungkap dan diburu bukan para aktornya , karena mereka sudah kasat mata, tetapi para sutradara, pengatur skenarionya, dan penyebab yang berada di belakang semua tindak kekerasan dan kerusuhan itu.

 

Copyright @ 2015

Distributed By Free Blogger Templates | | | |